Wednesday, January 28, 2009

Tim Advokasi Palang Merah ke wilayah Aceh bagian Barat

Kali ini tidak dengan Land Cruiser, tapi Double Cabin. Kenyataannya, untuk ukuran tiga orang penumpang terasa lebih efisien, nyaman, dan jauh dari goncangan. Kami—Afrizal, Bambang, Bang Zul—benar-benar menikmati field trip kali ini. Rute kami jelas: dari Banda Aceh menuju Lamno-Calang-Meulaboh. Target kami terang: sembilan klien dengan satu kasus komunitas. Perjalanan yang panjang, tapi sungguh berkesan. Di samping melelahkan, aslinya adalah mendebarkan. Siapa menduga, di tengah prakiraan BMG bahwa ranah Aceh rawan hujan dan banjir, longsor dan gelombang pasang juga tidak terelak. Teringatlah kita kabar-kabar dari media massa bahwa beberapa titik di wilayah NAD sungguh tak lazim untuk dilalui. Barangkali sebab alasan itu pula Security IFRC awalnya enggan membiarkan kami melaksanakan field trip lebih cepat.
Region 3 patutnya berterima kasih kepada Sdr. Bambang Nurcahyo S dari Region 1. Jika bukan karena kesediannya, perjalanan kali kedua ke weastcoast ini nyaris tidak terlaksana. Baru saja kembali dari Pidie dan Bireun—tentunya penat, laporan juga menunggu deadline, tapi ia masih meluangkan waktu mendampingi perjalanan lebih jauh ke lokasi terparah diamuk Tsunami. Inilah hasil reportase field trip kami.
Tim advokasi Palang Merah Irlandia berangkat dari Banda Aceh saat cuaca sudah mulai gerimis. Tiba di Lamno puluhan menit sebelum waktu yang dicanangkan. Seizin dari Radio Room Banda Aceh, kami menaiki dua kali rakit penyeberangan untuk sampai di desa klien. Sebab jika harus melewati rute normal butuh waktu lebih lama untuk mencapai tujuan. Perubahan timing aktivitas sudah terjadi sejak di Lamno, tidak terelak mengingat kondisi riil di lapangan yang memestikan pergeseran.
Sepanjang hari pertama field trip tim advokasi hanya bertemu satu klien di Lamno. Selebihnya adalah perjalanan menuju kota Calang. Perjalanan yang mulanya diperkirakan sampai sesuai harapan, jauh meleset dari dugaan. Awal yang bikin waktu molor saat mobil kami dihadang antrian sebab satu truck dan satu mobil pick up Toyota Hilux terjerembab dalam lumpur di desa Teumareum (Kec. Jaya). Seperempat jam kemudian mobil berhasil ditarik atas bantuan warga setempat. Umumnya kondisi jalan setelah itu adalah kubangan berlumpur dan jalan bebatuan yang dalam tahap pengerasan.
Waktu sudah pukul 15.55 ketika kami tiba di jembatan Alue Groe (Kec. Sampoiniet). Di sini kami harus berhenti selama setengah jam karena satu truck pembawa logistik didapati mogok di depan bibir jembatan, sementara dua ban sebelah kirinya tidak cukup power menaiki tanjakan yang sedikit berl(k)ubang. Pukul 16.31-18.08 adalah masa-masa tersulit dalam perjalanan hari pertama. Di Gunong Panteu (masih di Sampoiniet) puluhan kendaraan roda empat sudah berjejer tidak bisa melalui jalan yang sedang ditimbun. Sebabnya adalah sebuah Tronton yang sudah tiga hari tersangkut dalam kubangan lumpur. Selain beban kendaraan berat, rawan longsor, badan jalan yang ditimbun juga terlalu kenyal untuk dilalui. Beberapa yang kami catat, mobil IFRC, M6, dan CRCS ikut terjebak dalam antrian panjang ini. Kalau kami khawatir--itu pasti--setidaknya ada dua alasan: pertama, tidaklah mungkin kami akan sampai di kota Calang dalam waktu yang ditentukan. Dua jam yang seharusnya bisa ditempuh untuk sampai di kota tujuan justru dihabiskan untuk menyaksikan bantuan buldoser menarik beberapa kendaraan berbeban berat. Kedua, tidak ada sinyal selular yang bisa kami gunakan untuk mengkomunikasikan keadaan kami ke pihak-pihak yang relevan, terutama Radio Room di B. Aceh. Di antara harap-cemas, disebut-sebut 300 meter berjalan arah mendaki dari lokasi bisa menjangkau sinyal handphone. Sehingga tersambunglah kami dengan Radio Room dan rekan-rekan IRCS di B. Aceh. Sekurangnya, beberapa pihak yang bisa dihubungi memaklumi bahwa kami dalam masalah.
Penantian yang menjemukan akhirnya usai. Secara konvoi beriringan mobil IFRC, M6, dan CRCS kami menuju kota Calang. Selama dalam perjalanan kami terus mengabari Radio Room Calang dan Banda Aceh perihal tempat-tempat yang kami singgahi, khususnya jika terdapat kendala yang berarti. Tiba di kota Calang melewati waktu Isya, selanjutnya ke penginapan*) merehatkan badan. Usai sudah kegiatan di hari pertama: 03-12-08.
04-12-08. Hari kedua. Tim advokasi Palang Merah Irlandia menemui satu klien di kota Calang. Meski klien berdomisili di kota Calang, TKP kasus berjarak 20 KM ke arah B. Aceh. Seperti biasanya kami sempat singgah di kantor PMI Aceh Jaya untuk distribusi tabloid Rumoh PMI. Menjelang siang kami meninggalkan kota Calang menuju kota Meulaboh. Sempat bertemu dengan banjir di jalan raya desa Kayee Lon-Teunom tapi bukan masalah berarti. Hingga akhirnya tim tiba di kota Meulaboh pukul 14.02.
Harusnya di jadwal kunjungan tim advokasi bertemu klien bernama Sarifah. Namun karena nomor handphone klien tidak bisa dihubungi, tim advokasi berinisiatif mengadakan stakeholder meeting dengan LSM KOTIP Meulaboh. KOTIP adalah koalisi NGO untuk transparansi dan rehabilitasi Aceh dan Nias. Basis LSM lokal ini bermitrakan LSM-LSM lokal/nasional yang konsern pada kasus-kasus korupsi dan sejenisnya. Selama diskusi kami didampingi oleh Sdr. Saiful Asra dan Mursyidin dari KOTIP. Boleh dibilang, advokasi yang mereka jalankan lebih pada model kerja semisal Gerak/Sorak di Banda Aceh. Sebab bagaimanapun kesemua lembaga tersebut merupakan mitra yang partisipatif.
Menjelang petang tim bertemu dengan klien I di kota Meulaboh yaitu Ibu Sania, tepatnya di desa Ujong Baroh. Janda Tsunami ini berstatus penyewa pra/pasca-Tsunami. Ia sudah melayangkan komplain ke BRR beberapa kali, tapi haknya belum juga terpenuhi. Tim advokasi Palang Merah Irlandia menyempatkan melihat lokasi rumah Tsunami yang ia sewa dulu yang sekarang sudah dibangun rumah bantuan BRR dan didiami oleh pemiliknya. Klien juga menunjukkan pada tim advokasi lokasi tanah kosong yang dia beli sekonyong-konyong untuk mempercepat kriteria bantuan BRR.
Pada hari ketiga tim advokasi Palang Merah Irlandia bertemu empat klien, masing-masing di desa Ujong Baroh, Kuta Padang, Suak Indrapuri dan Suak Ribee (Kec. Johan Pahlawan). Semua klien masih berada di dalam kota Meulaboh. Di sela-sela kegiatan verifikasi data tersebut tim advokasi membagi tabloid Rumoh PMI dan brosur jender. Walhasil satu klien yang sudah direncanakan tidak bisa dikunjungi oleh sebab keterbatasan waktu. Kecuali itu, hujan mengguyur bumi T. Umar di hari akhir kegiatan verifikasi data CAU.
Pagi hari Sabtu. Cuaca di luar masih sembab. Jalan-jalan raya di kota Meulaboh terlihat basah. Beberapa di antaranya tertutupi genangan air. Maklum curah hujan semalam begitu deras. Seperti hari pertama keberangkatan tim advokasi ke Calang dan Meulaboh, kepulangan tim juga mengalami kendala yang sama. Khususnya di desa Kayee Lon-Teunom dan Gunong Panteu, di mana banjir dan antrian truk berbadan besar terjebak dalam kubangan lumpur masih terjadi. Bedanya, kali ini tim tiba lebih awal di Banda Aceh, meski senja baru saja kehilangan kulum siluetnya.

No comments: