Thursday, November 20, 2008

Janda korban Konflik beranak tiga tidak ada tempat tinggal

Name : Rosliani
Address : Jl. Alue Blang No. 1 Neusu
Hp : 081269123030
Activity : Problem identification session

Nasib seorang Ibu

Rosliani mengirim sms ke rumoh PMI tanggal 5 November 2008, ia mengadu tentang rumah dan beasiswa untuk anaknya, sangat malang nasib ibu Rosliani harus menghidupi anak-anaknya dengan bekerja keras sebagai tukang urut dan membuat kue basah untuk dijual dikios kecil dan warung kopi, penghasilan yang tidak seberapa itu Ibu Rosliani harus makan dan menyekolahkan tiga anak masih aktif sekolah, dua anak kembarnya Ahmad Munawar dan Ahmad Munawir sekarang di SMU kelas 2 Yayasan Fajar Hidayat Aceh Besar sedangkan yang bungsu masih kelas 6 SD negeri 34 Neusu Aceh.

Selain mengharapkan beasiswa untuk anak-anaknya juga sangat mengharapkan bantuan rumah untuk korban konflik ataupun rumah untuk kaum duafa seperti dia, rumahnya di bakar di Aceh tengah-Takengon dimasa konflik setelah kejadian tersebut semua keluarganya ke Banda Aceh dan tinggal dirumah mertua yang kondisinya rumah sangat sederhana dan memprihatinkan, namun Rosliani sangat sabar dan tabah menghadapi hidupnya bersama anak-anaknya dan hidup dirumah mertua dengan tiga kepala keluarga di rumah mungil.

Rosliani mengharapkan ada lemab

Janda Tua yang Tidak Kebagian Rumah


Nama Client : Siti Aisyah
Pelapor : Suryadi
No HP : 0812 6960 0xxx
Alamat : Goheng – Stui Banda Aceh
Activity : Problem identification session


Sebelum tsunami Siti Aisyah menyewa rumah di Goheng Stui. Siti Aisyah telah lama ditinggalkan oleh suami yang meninggal karena sakit. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya beliau bekerja sebagai tukang cuci dari rumah ke rumah. Karena dari itu pula orang orang sering memanggilnya dengan “kak mala Tukang cuci”. Sekarang usianya sudah masuk kepala 6 dan semua anaknya telah berkeluarga.

Pada tanggal 14 Oktober 2008, Anak Siti Aisyah yaitu Suryadi membuat pengaduan ke Rumoh PMI. Pada tanggal 27 Oktober 2008, Tim Advocacy menghubungi Suryadi lewat telpon untuk verifikasi awal. Menurut pengakuan Suryadi, Ibunya Siti Aisyah telah memasukan proposal ke BRR. Kemudian dari BRR di rujuk ke Budha Suci. Siti Aisyah telah menjalani proses verifikasi dan interview dan beliau termasuk calon penerima rumah bantuan Budha Suci. Sampai pada suatu hari Budha Suci menghubungi Suryadi meminta agar Siti Aisyah datang ke kantor untuk menandatangani suatu surat penting. Tapi pada saat itu Suryadi berada di luar kota dan ia menghubungi keponakannya untuk membawa Siti Aiyah ke kantor Budha Suci tapi keponakannya tidak sempat membawa neneknya karena sibuk kuliah. Setelah Suryadi pulang ke Banda Aceh ia membawa ibunya ke kantor Budha Suci tapi nasib berkata lain, ternyata nama Siti Aisyah sudah di coret dari daftar penerima rumah bantuan Budha Suci dengan dalih tidak datang pada saat dihubungi.

Pada tangal 14 November 2008, tim Advocacy melakukan kunjungan lapangan untuk melakukan verifikasi tahap II. Tim Advocacy bertemu dengan Siti Aisyah. Beliau tinggal seorang diri di desa Lampenerut sebuah rumah yang tidak layak huni. Rumahnya terbuat dari papan dan triplek bekas serta masih berlantaikan tanah. Di sekeliling rumahnya terdapat kandang ayam dan bebek yang jaraknya cuma 1 meter dari rumah beliau. Sungguh sangat tidak sehat, siang itu Siti Aisyah sedang asyik membuat kandang ayam. “ada orang kasih bebek, jadi kandang nya harus di buat” katanya dengan nada senang. Ternyata semua kandang yang telah ada di buat oleh Siti Aisyah, benar2 seorang nenek yang mandiri. Siti Aisyah terlihat masih sangat segar bugar meskipun usianya telah lanjut. Semua kebutuhan aktivitasnya dilakukan seorang diri di rumah mungil itu. Ia tidak mau menyusahkan anak-anaknya meskipun mereka telah berkeluarga.

Tim advocacy akan melakukan kunjungan ke Goheng, tempat tinggal Siti Aisyah pada saat terjadi gempa Bumi dan Tsunami, untuk bertemu dengan orang-orang terdekat Ibu Siti sebelum Tsunami, Ibu Siti mengharapkan ada Pihak yang mau membantu dia dalam menjalani hari-hari tuanya.
By : Lenni Octoria