Sunday, November 9, 2008

Pindah Daerah, British Red Cross Anulir Bantuan Rumah


Nama : Husnaddin
Umur : 34
Alamat : Desa Paya Seumantok, Kec. Kr. Sabee, Aceh Jaya

Bapak Husnaddin menyampaikan pengaduan kepada tim advokasi Palang Merah Irlandia untuk membantunya mendapatkan jatah rumah bantuan sebagai korban Tsunami. Saat Tsunami klien tinggal di desa Gampong Baroe, Kec. Teunom. Istri dan anaknya meninggal seketika. Sejatinya British Red Cross (BRC) telah memvalidkan data klien sebagai penerima rumah bantuan di Teunom. Bulan Juli 2006 klien pindah (tidak betah dan trauma karena tinggal sendiri) ke desa Paya Seumantok, Kec. Kr. Sabee. Ia memohon agar BRC dapat merelokasi bantuan rumah dari Teunom ke Kr. Sabee. Oleh sebab tidak punya program untuk wilayah kerja Kr. Sabee, BRC tidak bisa memenuhi permohonan klien. Akhirnya bantuan rumah dari BRC resmi dibatalkan. Di Paya Seumantok, klien mendaftarkan dirinya ke BRR. Berita Acara Kesepakatan Perencanaan Tata Ruang Desa Paya Seumantok mencantumkan nama klien dicantumkan dalam daftar usulan rumah yang bersifat relokasi. Sampai kini belum ada kabar sejauh mana proses validasi kasus klien di BRR. Tim advokasi akan memfollow up kasus ini, semoga korban tsunami yang trauma seperti ini segera ada pemberi bantuan yang lain ada untuk meringankan beban hidup yang dialami seperti ini…

by. Afrizal Umar

Berguru pada Perjuangan Ibu Suraiya


Nama : Suraiya
Umur : 45
Alamat : Desa Paya Seumantok, Kec. Kr. Sabee, Aceh Jaya

Desa Paya (Seu)mantok berjarak + 3 KM dari Keude Krueng Sabee. Bertugas sebagai Kepala Sekolah Paya Mantok, Ibu Suraiya aslinya merupakan penduduk Keude Krueng Sabee. Tsunami telah membinasakan harta bendanya. Rumah yang dulu dia tempati bersama keluarga hanya membekas pondasi saja. Sampai sekarang belum ada bantuan mana pun di bekas rumahnya di Keude Krueng Sabee. Sekonyong-konyong ia malah mewakafkan sebagian dari lokasi bekas rumahnya ke Komite Pembangunan untuk perluasan Masjid Kr. Sabee. Bukan sekali Ibu Suraiya mengurus bantuan perumahan melalui Komite Gampong ke BRR. Setiap berkasnya dinyatakan hilang, atau pada saat diminta mendata berkas lagi, ia segera melengkapinya. Tetap saja bantuan belum berpihak padanya. Merasa jemu dan nyaris pasrah, problem inilah yang diadukan Ibu Suraiya kepada tim advokasi Palang Merah Irlandia setelah membaca iklan CAU di Serambi Indonesia. Perasaan lega terungkap dari Ibu yang bersuamikan M. Jam Hasan ini, saat tim advokasi dari Banda Aceh berkunjung ke kediamannya di Paya Mantok, Aceh Jaya itu. Terharu bukan semata karena beratus kilometer jarak yang ditempuh tim advokasi (kayak napak tilas aja..hehe), tetapi melebihi semua itu adalah kemauan untuk mendengar keluh kesah—curhat kale`, di samping keinginan memfasilitasi kasus klien. Ibu Suraiya menguraikan, bahwa kediamannya sekarang di Paya Mantok—bukan wilayah Tsunami—adalah hasil jerih payahnya, dibangun dengan modal kredit bank, tanpa bantuan donatur mana pun. Rumah ini dibangun setelah Tsunami, meskipun pemasangan pondasi telah dikerjakan sebelumnya. Ada sinyalemen beredar seolah rumah itu hasil bantuan sebuah INGO, sebab Ibu Suraiya bekerja sebagai relawan di beberapa lembaga pasca-Tsunami. Pada saat mendaftarkan bantuan perumahan awal-awal usai Tsunami, data klien (a.n. suaminya: M. Jam Hasan) dinyatakan valid. Begitu pergantian geusyik baru, datanya disinyalir hilang. Klien pernah juga mengusul supaya bantuan rumah bisa dibangun di desa Mon Mata sebab lokasi bekas rumah di Keude Krueng Sabee terlalu dekat dengan bibir sungai. Sekalipun klien memiliki tanah lapang di desa Mon Mata, tetapi oleh geusyik setempat keinginan itu dianulir sebab klien bukan korban Tsunami dari desa itu. Dengan alasan itu pula Faskim BRR Samsul Kamal yang pernah ditugaskan di wilayah Kr. Sabee tidak memforward berkas klien ke kantor BRR. Mudah ditebak jika pada gilirannya data KK klien tidak terdaftar sebagai calon penerima manfaat BRR. Bahkan Camat Kr. Sabee sekalipun terheran mengetahui bahwa klien belum mendapatkan bantuan rumah. Segera setelah itu atas rekomendasi Camat, pengurusan berkas kesekian kalinya disusul lagi melalui fasilitasi desa. Saat tim advokasi memfasilitasi kasus ini ke BRR Aceh Jaya, kami diterima baik oleh Asperkim T. Asrizal didampingi Syarifah Faskim Kr. Sabee sekarang. Kesimpulan diskusi kami menyiratkan bahwa [1] geusyik Keude Kr. Sabee tidak menyerahkan berkas permohoban bantuan rumah Ibu Suraiya ke meja BRR, [2] sampai sekarang tidak ada data susulan dari Kr. Sabee. Syahdan, Asperkim Asrizal menyarankan agar segera mungkin Ibu Suraiya mengurus kembali berkas permohonan karena menjelang dua minggu semua data susulan dari Aceh Jaya akan dikirim ke kantor BRR Pusat untuk plot bantuan tahun 2009. Tim advokasi mengabari klien informasi tersebut. Dua hari berselang, kami menerima SMS ini: “Pak bahan kami udah kami serahkan ke BRR, jadi kami mohon tlg bpk cek sbentar jgn sampai hlang lagi kek yg sudah-sudah”. Ibu Suraiya, empatimu besar, mudah-mudahan simpati mengaismu. Semoga!

by; Afrizal Umar

Warga Panton Makmur Menuntut Jatah Rumah Bantuan


Nama : Mukhlis Anwar
Umur : 36
Alamat : Desa Panton Makmur, Kec. Kr. Sabee, Aceh Jaya

Meski sudah mendekati genap empat tahun pascamusibah, begitu banyak korban gempa dan Tsunami yang belum memperoleh haknya, terutama di bidang bantuan perumahan. Sebagaimana dilaporkan oleh Bapak Mukhlis Anwar, korban Tsunami dari desa Panton Makmur, yang sekarang bertugas di Dinas Perairan Kota Calang. Menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan pada medio September lalu, tim Advokasi Palang Merah Irlandia berkesempatan melihat langsung situasi yang dikeluhkan klien di desa Panton Makmur pada 30 Oktober 2008. Klien mengatakan bahwa sampai saat ini sebanyak 38 KK di Panton Makmur belum mendapatkan rumah bantuan, termasuk geusyiknya. Desa Panton hanya berjarak beberapa ratus meter dari bibir laut, tergolong sangat parah diamuk Tsunami. Justru warga di sini terheran melihat bantuan rumah lebih dulu diprioritas di desa lain sekitarnya. Sesungguhnya di desa ini UNHCR telah membantu 138 unit rumah, kendati dengan design seadanya. Namun, faktanya, terdapat warga yang sama sekali belum memperoleh rumah bantuan. Memang beberapa waktu lalu BRR Aceh Jaya menawarkan bantuan rumah via kepala desa Panton, Bapak Ramli. Hasil kesepakatan, tawaran itu tidak diterima lantaran BRR cuma memperuntukan 5 unit rumah saja di desa tersebut sedangkan jumlah yang pantas dibantu berjumlah 38 KK. Menurut Bapak Ramli, bila ia menerima 5 unit rumah bantuan BRR dimaksud, maka jumlah itu mewakili bantuan secara keseluruhan pada warga Panton Makmur. Artinya, tidak akan ada lagi bantuan rumah kelak di desa tersebut, terutama dari BRR. Terang saja Pak Geusyik juga menghindari konflik sebab porsi 5 unit tidaklah seimbang dengan kapasitas 38 KK yang dibutuhkan. Berdasarkan kondisi riil inilah, Bapak Mukhlis Anwar dan Pak Geusyik meminta bantuan tim Advokasi Palang Merah Irlandia berupaya menerobos lembaga/NGO yang masih punya program di bidang perumahan—kecuali BRR, supaya membantu warga Tsunami di desa panton Makmur... Bersama kita bisa! Insya Allah, Pak!

by; Afrizal Umar

Habitat Pergi, Warga Minta Difasilitasi Tim Advokasi


Nama : Amrizal
Umur : 34 tahun
Alamat : Desa Blang Dalam, Kec. Sampoiniet, Aceh Jaya

Amrizal, mewakili warga penerima bantuan rumah Habitat for Humanity di desa Blang Dalam, Kec. Sampoiniet-Aceh Jaya, melapor kepada tim advokasi Palang Merah Irlandia. Ia mengeluhkan rumah bantuan Habitat yang dikerjakan dengan kualitas buruk; rata-rata dinding, platform, daun pintu, dan lantai mengalami keretakan. Cat yang dipakai juga sudah banyak yang terkelupas. Parahnya lagi, menurut klien, tidak ada serah terima rumah dari Habitat kepada warga penerima bantuan. Sehingga, jika terdapat kerusakan semacam ini warga tidak tahu harus melapor kemana. Sebab kantor Habitat yang dulunya berdomisili di wilayah setempat sudah tidak beraktivitas lagi. Penting dicatat, Habitat membangun 107 unit rumah bantuan di desa Blang Dalam: 2 unit di antaranya belum siap, sementara 2 unit dari jumlah tersebut dibangun di desa Rentang—bukan area Tsunami, masih di Kec. Sampoiniet—sebagai kantor mereka. Dua tahun usai berakhir program, kini kedua unit rumah (kantor) tadi menjadi aset desa Rentang. Kunjungan tim advokasi Palang Merah Irlandia ke desa klien pada akhir Oktober 2008 lalu untuk memperoleh informasi lebih rinci atas pengaduan yang pernah disampaikan satu bulan sebelumnya. Pada saat yang sama klien dan warga setempat berharap tim advokasi Palang Merah Irlandia bisa memfasilitasi permasalahan yang mereka hadapi kepada Habitat for Humanity.

by; Afrizal Umar

Melanggar Peraturan, Canadian Red Cross Stop Rumah Bantuan


Nama : Astiar
Umur : 31
Alamat : Desa Lhok Kruet, Kec. Sampoiniet, Aceh Jaya

Pada penghujung bulan September 2008 tim Palang Merah Irlandia menerima pengaduan dari salah seorang korban Tsunami di desa Lhok Kruet, Kec. Sampoiniet, Aceh Jaya bernama Astiar. Ia mempertanyakan status rumah bantuan yang telah dibangun oleh Canadian Red Cross (CRC), tapi kemudian bantuan tersebut dibatalkan, meskipun pembangunan fisik rumah tersebut sudah rampung 40 persen. Akhir Oktober 2008 tim advokasi Palang Merah Irlandia berkesempatan berkunjung ke rumah klien, mengamati lebih dekat masalah yang ia hadapi. Klien menuturkan kronologis permasalannya: awalnya April 2007 adalah masa di mana klien mendaftarkan berkas kepada Komite Gampong untuk melengkapi syarat calon penerima rumah bantuan CRC. Satu bulan kemudian, Mei 2008, pembangunan rumah klien dikerjakan. Pembangunan rumah klien dihentikan pada penghujung tahun 2007. Data klien dianggap bermasalah sehingga pengerjaan rumah bantuan dihentikan. Pada 29 Mei 2008, CRC secara resmi mengeluarkan surat pencabutan status penerima bantuan CRC (Removal from CRC Beneficiary List). Termaktub di dalam surat itu bahwa klien memberikan informasi yang tidak benar pada saat pendaftaran. Disebutkan bahwa sampai dengan 1 Juni 2006 klien masih masuk KK ayahnya dan belum menikah. Peraturan CRC menetapkan bahwa bantuan rumah diberikan kepada korban Tsunami yang telah menikah sebelum 1 Juni 2006. Meresponi surat CRC, klien mengirim surat tanggapan, isinya menerangkan bahwa tidak benar pada tanggal di atas ia masih termasuk KK orangtuanya—sejak Juni 2005, nama Astiar sudah terdaftar sebagai KK baru di desa Lhok Kruet. Begitupun ia mengaku baru menikah setelah 1 Juni 2006, namun ia tidak mengetahui kalau tanggal tersebut menjadi acuan sebagai calon penerima bantuan CRC. Hingga kini rumah bantuan yang dibatalkan itu masih berdiri tegak di depan shelter yang ditempatinya bersama sang istri. Mereka berharap CRC dapat melanjutkan kembali pengerjaan rumah bantuannya. Nyaris pilu, akunya, mengingat beberapa nama penerima rumah bantuan yang kasusnya serupa di desanya justru dapat menikmati bantuan CRC.

by; Afrizal Umar