Nama : Suraiya
Umur : 45
Alamat : Desa Paya Seumantok, Kec. Kr. Sabee, Aceh Jaya
Desa Paya (Seu)mantok berjarak + 3 KM dari Keude Krueng Sabee. Bertugas sebagai Kepala Sekolah Paya Mantok, Ibu Suraiya aslinya merupakan penduduk Keude Krueng Sabee. Tsunami telah membinasakan harta bendanya. Rumah yang dulu dia tempati bersama keluarga hanya membekas pondasi saja. Sampai sekarang belum ada bantuan mana pun di bekas rumahnya di Keude Krueng Sabee. Sekonyong-konyong ia malah mewakafkan sebagian dari lokasi bekas rumahnya ke Komite Pembangunan untuk perluasan Masjid Kr. Sabee. Bukan sekali Ibu Suraiya mengurus bantuan perumahan melalui Komite Gampong ke BRR. Setiap berkasnya dinyatakan hilang, atau pada saat diminta mendata berkas lagi, ia segera melengkapinya. Tetap saja bantuan belum berpihak padanya. Merasa jemu dan nyaris pasrah, problem inilah yang diadukan Ibu Suraiya kepada tim advokasi Palang Merah Irlandia setelah membaca iklan CAU di Serambi Indonesia. Perasaan lega terungkap dari Ibu yang bersuamikan M. Jam Hasan ini, saat tim advokasi dari Banda Aceh berkunjung ke kediamannya di Paya Mantok, Aceh Jaya itu. Terharu bukan semata karena beratus kilometer jarak yang ditempuh tim advokasi (kayak napak tilas aja..hehe), tetapi melebihi semua itu adalah kemauan untuk mendengar keluh kesah—curhat kale`, di samping keinginan memfasilitasi kasus klien. Ibu Suraiya menguraikan, bahwa kediamannya sekarang di Paya Mantok—bukan wilayah Tsunami—adalah hasil jerih payahnya, dibangun dengan modal kredit bank, tanpa bantuan donatur mana pun. Rumah ini dibangun setelah Tsunami, meskipun pemasangan pondasi telah dikerjakan sebelumnya. Ada sinyalemen beredar seolah rumah itu hasil bantuan sebuah INGO, sebab Ibu Suraiya bekerja sebagai relawan di beberapa lembaga pasca-Tsunami. Pada saat mendaftarkan bantuan perumahan awal-awal usai Tsunami, data klien (a.n. suaminya: M. Jam Hasan) dinyatakan valid. Begitu pergantian geusyik baru, datanya disinyalir hilang. Klien pernah juga mengusul supaya bantuan rumah bisa dibangun di desa Mon Mata sebab lokasi bekas rumah di Keude Krueng Sabee terlalu dekat dengan bibir sungai. Sekalipun klien memiliki tanah lapang di desa Mon Mata, tetapi oleh geusyik setempat keinginan itu dianulir sebab klien bukan korban Tsunami dari desa itu. Dengan alasan itu pula Faskim BRR Samsul Kamal yang pernah ditugaskan di wilayah Kr. Sabee tidak memforward berkas klien ke kantor BRR. Mudah ditebak jika pada gilirannya data KK klien tidak terdaftar sebagai calon penerima manfaat BRR. Bahkan Camat Kr. Sabee sekalipun terheran mengetahui bahwa klien belum mendapatkan bantuan rumah. Segera setelah itu atas rekomendasi Camat, pengurusan berkas kesekian kalinya disusul lagi melalui fasilitasi desa. Saat tim advokasi memfasilitasi kasus ini ke BRR Aceh Jaya, kami diterima baik oleh Asperkim T. Asrizal didampingi Syarifah Faskim Kr. Sabee sekarang. Kesimpulan diskusi kami menyiratkan bahwa [1] geusyik Keude Kr. Sabee tidak menyerahkan berkas permohoban bantuan rumah Ibu Suraiya ke meja BRR, [2] sampai sekarang tidak ada data susulan dari Kr. Sabee. Syahdan, Asperkim Asrizal menyarankan agar segera mungkin Ibu Suraiya mengurus kembali berkas permohonan karena menjelang dua minggu semua data susulan dari Aceh Jaya akan dikirim ke kantor BRR Pusat untuk plot bantuan tahun 2009. Tim advokasi mengabari klien informasi tersebut. Dua hari berselang, kami menerima SMS ini: “Pak bahan kami udah kami serahkan ke BRR, jadi kami mohon tlg bpk cek sbentar jgn sampai hlang lagi kek yg sudah-sudah”. Ibu Suraiya, empatimu besar, mudah-mudahan simpati mengaismu. Semoga!
by; Afrizal Umar