Wednesday, January 28, 2009

Rumah Bantuan: Harapan Tiada Padam

Nama : Sania
Umur : 41
Alamat : Desa Ujong Baroh, Kec. Johan Pahlawan, Aceh Barat

Beban keluarga rasanya terlalu berat bila dipikul oleh seorang ibu, terlebih jika harus menyandang status janda. Ibu Sania, ibu dari lima orang anak. Suaminya meninggal lima tahun sebelum musibah Tsunami. Tetapi Tsunami pula yang membuatnya tegar hingga hari ini. Semua hikmah diteguknya meski kebenaran belum seutuhnya berpihak. Miris justru karena haknya belum terpenuhi, justru di akhir masa pelaku kebijakan rehan dan rekon di Aceh. Menumpang di rumah orang, meski masih saudaranya, ia lakoni selepas Tsunami. Ihwal cerita, Ibu Sania adalah penyewa rumah di Kampung Belakang. Sudah sejak menikah rumah itu ditempati hingga musibah Tsunami mengubah segalanya. Lima anak menjadi tanggungannya. Tertua sedang kuliah, terkecil masih sekolah dasar. Sandarannya hanya pada sayur-rempah yang digelar dari pagi hingga menjelang petang. Berawal dari sebuah perbincangan di radio, ibu ini melontarkan komentar. Syahdan, di awal bulan Desember 2008 tim advokasi Palang Merah Irlandia dapat melihat lebih dekat kondisi yang ia alami. Ceritanya tentang BRR adalah hikayat kepasrahan. BRR yang memintanya menyediakan tanah untuk rumah bantuan, namun harapan terasa di angan. Payah-susah tanah dibeli di tengah malam, tapi keinginannya belum terkabulkan. Berita yang ia simak bahwa datanya valid dan BRR akan membangun rumah satu minggu setelah meninjau lapangan. Gambar denah sudah terekam. Tapi sampai hari ini, di atas tanah itu, di Suak Ribee, hanya tersisa rumput-ilalang. Tidak ada pondasi bangunan. Belum ada kepastian. Hambar rasanya sebab pemilik rumah sewaanya telah menikmati rekon rumah bantuan. Sementara ia dan lima anaknya masih terus menunggu secercah harap.

No comments: